Selasa, 19 November 2013
Minggu, 14 Juli 2013
Jumat, 28 Juni 2013
KONSEPSI DAN FALSAFAH PENDIDIKAN JASMANI
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Pendidikan
jasmani pada hakikatnya adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas
fisik untuk menghasilkan perubahan holistik dalam kualitas individu, baik dalam
hal fisik, mental, serta emosional. Pendidikan jasmani memperlakukan anak
sebagai sebuah kesatuan utuh, mahluk total, daripada hanya menganggapnya
sebagai seseorang yang terpisah kualitas fisik dan mentalnya. Pada
kenyataannya, pendidikan jasmani adalah suatu bidang kajian yang sungguh luas.
Titik perhatiannya adalah peningkatan gerak manusia. Lebih khusus lagi, penjas
berkaitan dengan hubungan antara gerak manusia dan wilayah pendidikan lainnya:
hubungan dari perkembangan tubuh-fisik dengan pikiran dan jiwanya. Fokusnya
pada pengaruh perkembangan fisik terhadap wilayah pertumbuhan dan perkembangan
aspek lain dari manusia itulah yang menjadikannya unik. Tidak ada bidang
tunggal lainnya seperti pendidikan jasmani yang berkepentingan dengan
perkembangan total manusia.
Pendidikan
Jasmani tampil untuk mengatasi masalah tersebut sehingga kedudukannya dianggap
penting. Melalui program yang direncanakan secara baik, anak-anak dilibatkan
dalam kegiatan fisik yang tinggi intensitasnya. Pendidikan Jasmani juga tetap
menyediakan ruang untuk belajar menjelajahi lingkungan yang ada di sekitarnya
dengan banyak mencoba, sehingga kegiatannya tetap sesuai dengan minat anak.
Lewat pendidikan jasmanilah anak-anak menemukan saluran yang tepat untuk
bergerak bebas dan meraih kembali keceriaannya, sambil terangsang perkembangan
yang bersifat menyeluruh.
1.2
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.
Apa yang dimaksud dengan Pendidikan
Jasmani?
2.
Bagaimana perbedaan makna antara
Pendidikan Jasmani dengan Pendidikan Olahraga?
3.
Apa yang menjadi dasar falsafah
pendidikan jasmani?
4.
Apa yang menjadi landasan ilmiah
pelaksanaan pendidikan jasmani?
1.3
Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari
makalah ini adalah
1.
Mengetahui pengertian pendidikan
jasmani.
2.
Mengetahui perbedaan makna antara
pendidikan jasmani dan pendidikan olahraga.
3.
Mengetahui dasar falsafah pendidikan
jasmani.
4.
Mengetahui landasan ilmiah pelaksanaan
pendidikan jasmani.
1.4
Manfaat
Berdasarkan
tujuan diatas, maka manfaat dari pembuatan makalah ini adalah:
1.
Agar dapat mengetahui pengertian
pendidikan jasmani.
2.
Agar dapat mengetahui perbedaan makna
antara pendidikan jasmani dan pendidikan olahraga.
3.
Agar dapat mengetahui dasar falsafah
pendidikan jasmani.
4.
Agar dapat mengetahui landasan ilmiah
pelaksanaan pendidikan jasmani.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Pendidikan Jasmani
Konsep
pendidikan jasmani merupakan bagian penting dari proses pendidikan. Artinya,
penjas bukan hanya dekorasi atau ornamen yang ditempel pada program sekolah
sebagai alat untuk membuat anak sibuk. Tetapi penjas adalah bagian penting dari
pendidikan. Melalui penjas yang diarahkan dengan baik, anak-anak akan
mengembangkan keterampilan yang berguna bagi pengisian waktu senggang, terlibat
dalam aktivitas yang kondusif untuk mengembangkan hidup sehat, berkembang
secara sosial, dan menyumbang pada kesehatan fisik dan mentalnya. Pendidikan
jasmani merupakan wahana pendidikan, yang memberikan kesempatan bagi anak untuk
mempelajari hal-hal yang penting. Oleh karena itu, pelajaran penjas tidak kalah
penting dibandingkan dengan pelajaran lain seperti; Matematika, Bahasa, IPS dan
IPA, dan lain-lain. Namun demikian tidak semua guru penjas menyadari hal
tersebut, sehingga banyak anggapan bahwa penjas boleh dilaksanakan secara
serampangan. Di kalangan guru penjas sering ada anggapan bahwa pelajaran
pendidikan jasmani dapat dilaksanakan seadanya, sehingga pelaksanaannya cukup
dengan cara menyuruh anak pergi ke lapangan, menyediakan bola sepak untuk
laki-laki dan bola voli untuk perempuan. Guru tinggal mengawasi di pinggir
lapangan.
Pengertian
pendidikan jasmani menurut para ahli, sebagai berikut:
1. Nixon
and Cozens (1963) mengemukakan bahwa pendidikan jasmani didefinisikan sebagai
fase dari seluruh proses pendidikan yang berhubungan dengan aktivitas dan
respons otot yang giat dan berkaitan dengan perubahan yang dihasilkan individu
dari respons tersebut.
2. Dauer
dan Pangrazi (1989) mengemukakan bahwa pendidikan jasmani adalah fase dari
program pendidikan keseluruhan yang memberikan kontribusi, terutama melalui
pengalaman gerak, untuk pertumbuhan dan perkembangan secara utuh untuk tiap
anak. Pendidikan jasmani didefinisikan sebagai pendidikan dan melalui gerak dan
harus dilaksanakan dengan cara-cara yang tepat agar memiliki makna bagi anak.
Pendidikan jasmani merupakan program pembelajaran yang memberikan perhatian
yang proporsional dan memadai pada domain-domain pembelajaran, yaitu
psikomotor, kognitif, dan afektif.
3. Bucher,
(1979). Mengemukakan pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari suatu
proses pendidikan secara keseluruhan, adalah proses pendidikan melalui kegiatan
fisik yang dipilih untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan organik,
neuromuskuler, interperatif, sosial, dan emosional.
4. Ateng
(1993) mengemukakan; pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari
pendidikan secara keseluruhan melalui berbagai kegiatan jasmani yang bertujuan
mengembangkan secara organik, neuromuskuler, intelektual dan emosional.
Pendidikan Jasmani
adalah proses pendidikan melalui aktivitas jasmani, permainan atau olahraga
yang terpilih untuk mencapai tujuan pendidikan. Definisi tersebut, mengukuhkan
bahwa pendidikan jasmani merupakan bagian tak terpisahkan dari pendidikan umum.
Tujuannya adalah untuk membantu anak agar tumbuh dan berkembang secara wajar
sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, yaitu menjadi manusia Indonesia
seutuhnya. Jadi, pendidikan jasmani diartikan sebagai proses pendidikan melalui
aktivitas jasmani atau olahraga. Inti pengertiannya adalah mendidik anak. Yang
membedakannya dengan mata pelajaran lain adalah alat yang digunakan adalah
gerak insani, manusia yang bergerak secara sadar. Tujuan pendidikan jasmani
sudah tercakup dalam pemaparan tersebut yaitu memberikan kesempatan kepada anak
untuk mempelajari berbagai kegiatan yang membina sekaligus mengembangkan
potensi anak, baik dalam aspek fisik, mental, sosial, emosional dan moral.
Singkatnya, pendidikan jasmani bertujuan untuk mengembangkan potensi setiap
anak setinggi-tingginya. Dalam bentuk bagan, secara sederhana tujuan penjas meliputi
tiga ranah (domain) sebagai satu kesatuan, sebagai berikut:
Tujuan
tersebut merupakan pedoman bagi guru penjas dalam melaksanakan tugasnya. Untuk
disadari oleh guru penjas adalah bahwa ia harus menganggap dirinya sendiri
sebagai pendidik, bukan hanya sebagai pelatih atau pengatur kegiatan. Misi
pendidikan jasmani tercakup dalam tujuan pembelajaran yang meliputi domain
kognitif, afektif dan psikomotor. Perkembangan pengetahuan atau sifat-sifat
sosial bukan sekedar dampak pengiring yang menyertai keterampilan gerak. Tujuan
itu harus masuk dalam perencanaan dan skenario pembelajaran. Kedudukannya sama
dengan tujuan pembelajaran pengembangan domain psikomotor. Dalam hal ini, untuk
mencapai tujuan tersebut , guru perlu membiasakan diri untuk mengajar anak
tentang apa yang akan dipelajari berlandaskan pemahaman tentang prinsip-prinsip
yang mendasarinya.
2.2 Perbedaan Makna Pendidikan Jasmani dan
Pendidikan Olahraga
Salah
satu pertanyaan yang sering diajukan oleh guru-guru penjas belakangan ini
adalah : “Apakah pendidikan jasmani?” Pertanyaan yang cukup aneh ini justru
dikemukakan oleh yang paling berhak menjawab pertanyaan tersebut. Hal tersebut
mungkin terjadi karena pada waktu sebelumnya guru itu merasa dirinya bukan
sebagai guru penjas, melainkan guru pendidikan olahraga. Perubahan pandangan
itu terjadi menyusul perubahan nama mata pelajaran wajib dalam kurikulum
pendidikan di Indonesia, dari mata pelajaran pendidikan olahraga dan kesehatan
(orkes) dalam kurikulum 1984, menjadi pelajaran “pendidikan jasmani dan
kesehatan” (penjaskes) dalam kurikulum1994.
Pengertian
pendidikan olahraga menurut para ahli :
1.
Makna olahraga menurut ensiklopedia Indonesia adalah
gerak badan yang dilakukan oleh satu orang atau lebih yang merupakan regu atau
rombongan.
2.
Sedangkan dalam Webster’s New Collegiate Dictonary
(1980) yaitu ikut serta dalam aktivitas fisik untuk mendapatkan kesenangan, dan
aktivitas khusus seperti berburu atau dalam olahraga pertandingan (athletic
games di Amerika Serikat).
3.
UNESCO mendefinisikan olahraga sebagai “setiap
aktivitas fisik berupa permainan yang berisikan perjuangan melawan unsur-unsur
alam, orang lain, ataupun diri sendiri”.
4.
Sedangkan Dewan
Eropa merumuskan olahraga sebagai “aktivitas spontan, bebas dan dilaksanakan
dalam waktu luang”.
5.
Definisi terakhir ini merupakan cikal bakal panji
olahraga di dunia “Sport for All” dan di Indonesia tahun 1983, “memasyarakatkan
olahraga dan mengolahragaka masyarakat” (Rusli dan Sumardianto,2000: 6).
6.
Menurut Cholik Mutohir olahraga adalah proses
sistematik yang berupa segala kegiatan atau usaha yang dapat mendorong
mengembangkan, dan membina potensi-potensi jasmaniah dan rohaniah seseorang
sebagai perorangan atau anggota masyarakat dalam bentuk permainan,
perlombaan/pertandingan, dan prestasi puncak dalam pembentukan manusia
Indonesia seutuhnya yang berkualitas berdasarkan Pancasila.
7.
Untuk penjelasan pengertian olahraga menurut Edward
(1973) olahraga harus bergerak dari konsep bermain, games, dan sport. Ruang
lingkup bermain mempunyai karakteristik antara lain; a. Terpisah dari
rutinitas, b. Bebas, c. Tidak produktif, d. Menggunakan peraturan yang tidak
baku. Ruang lingkup pada games mempunyai karakteristik; a. ada kompetisi, b.
hasil ditentukan oleh keterampilan fisik, strategi, kesempatan. Sedangkan ruang
lingkup sport; permainan yang dilembagakan.
Pendidikan
jasmani berarti program pendidikan lewat gerak atau permainan dan olahraga. Di
dalamnya terkandung arti bahwa gerakan, permainan, atau cabang olahraga
tertentu yang dipilih hanyalah alat untuk mendidik. Pendidikan jasmani berarti
program pendidikan lewat gerak atau permainan dan olahraga. Di dalamnya
terkandung arti bahwa gerakan, permainan, atau cabang olahraga tertentu yang
dipilih hanyalah alat untuk mendidik. Hal ini dapat berupa keterampilan fisik
dan motorik, keterampilan berpikir dan keterampilan memecahkan masalah, dan
bisa juga keterampilan emosional dan sosial.
Pendidikan olahraga adalah pendidikan
yang membina anak agar menguasai cabang-cabang olahraga tertentu. Kepada murid
diperkenalkan berbagai cabang olahraga agar mereka menguasai keterampilan
berolahraga. Yang ditekankan di sini adalah “hasil”dari pembelajaran itu,
sehingga metode pengajaran serta bagaimana anak menjalani pembelajarannya
didikte oleh tujuan yang ingin dicapai. Ciri-ciri pelatihan olahraga menyusup
ke dalam proses pembelajaran.
Tabel
di bawah menekankan perbedaan antara pendidikan jasmani dengan pendidikan
olahraga.
Perbedaan antara Pendidikan Jasmani dan Pendidikan
Olahraga
|
|
Pendidikan Jasmani
|
Pendidikan Olahraga
|
·
Sosialisasi atau mendidik via
olahraga
·
Menekankan perkembangan
kepribadian menyeluruh
·
Menekankan penguasaan
keterampilan dasar.
|
·
Sosialisasi atau mendidik ke
dalam olahraga
·
Mengutamakan penguasaan
keterampilan berolahraga
·
Menekankan penguasaan teknik
dasar
|
Pendidikan
jasmani tentu tidak bisa dilakukan dengan cara demikian. Pendidikan jasmani
adalah suatu proses yang terencana dan bertahap yang perlu dibina secara
hati-hati dalam waktu yang diperhitungkan. Bila orientasi pelajaran pendidikan
jasmani adalah agar anak menguasai keterampilan berolahraga, misalnya sepak
bola, guru akan lebih menekankan pada pembelajaran teknik dasar dengan kriteria
keberhasilan yang sudah ditentukan. Dalam hal ini, guru tidak akan
memperhatikan bagaimana agar setiap anak mampu melakukannya, sebab cara melatih
teknik dasar yang bersangkutan hanya dilakukan dengan cara tunggal. Melalui
pembelajaran pendidikan jasmani yang efektif, semua kecenderungan tadi bisa
dihapuskan, karena guru memilih cara agar anak yang kurang terampil pun tetap
menyukai latihan memperoleh pengalaman sukses. Di samping guru membedakan
bentuk latihan yang harus dilakukan setiap anak, kriteria keberhasilannya pun
dibedakan pula. Untuk ‘kelompok mampu’ kriteria keberhasilan lebih berat dari
anak yang kurang mampu, misalnya dalam pelajaran renang di tentukan: mampu
meluncur 10 meter untuk anak mampu, dan hanya 5 meter untuk anak kurang mampu. Dengan
cara demikian, semua anak merasakan apa yang disebut “perasaan berhasil” tadi,
dan anak makin menyadari bahwa kemampuannya pun meningkat, seiring dengan
seringnya mereka mengulang-ulang latihan. Cara ini disebut gaya mengajar
‘partisipatif’ karena semua anak merasa dilibatkan dalam proses pembelajaran. Untuk
mencegah terjadinya bahaya lain dari kegagalan, guru pendidikan jasmani harus
mengembangkan cara respons siswa terhadap anak yang gagal dan melarang siswa
untuk melemparkan ejekan pada temannya.
2.3 Dasar Falsafah Penjas
Penjas merupakan suatu bagian yang tidak terpisahkan
dari pendidikan umum. Lewat program penjas dapat diupayakan peranan pendidikan
untuk mengembangkan kepribadian individu. Tanpa penjas proses pendidikan di
sekolah akan pincang. Sumbangan nyata penjas adalah untuk mengembangkan
keterampilan (psikomotor). Karena itu posisi penjas menjadi unik sebab
berpeluang lebih banyak dari mata pelajaran lainnya untuk membina keterampilan.
Ada tiga hal penting yang bisa menjadi sumbangan
unik dari pendidikan penjas, yaitu:
a. Meningkatkan
kebugaran jasmani dan kesehatan.
b. Meningkatkan
terkuasainya keterampilan fisik yang kaya.
c. Meningkatkan
pengertian siswa dalam prinsip-prinsip gerak serta bagaimana menerapkannya
dalam praktik.
Untuk meneliti
aspek penting dari Penjas, dasar-dasar pemikiran seperti berikut perlu
dipertimbangkan:
a. Kebugaran
dan Kesehatan
Kebugaran
dan kesehatan akan dicapai melalui program penjas yang terencana, teratur dan
berkesinambungan. Dengan beban kerja yang cukup berat serta dilakukan dalam
jangka waktu yang cukup serta teratur. Penjas juga dapat membentuk gaya hidup
yang sehat. Dengan kesadarannya anak akan mampu menentukan sikap baha kegiatan
fisik merupakan kebutuhan pokok dalam hidupnya, dan akan tetap dilakukan di
sepanjang hayat.
Konsep
sehat dan sejahtera secara menyeluruh berbeda dengan pengertian sehat secara
fisik. Kebiasaan hidup sehat bukan hanya kesehatan fisik, tetapi juga mencakup
kesejahteraan mental, moral, dan spiritual.
b. Keterampilan
Fisik
Keterlibatan
anak dalam asuhan permainan, senam, kegiatan bersama, dan lain-lain merangsang
perkembangan gerakan yang efisien yang berguna untuk menguasai berbagai
keterampilan. Pada akhirnya keterampilan ini bisa mengarah kepada keterampilan
yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
c. Terkuasainya
Prinsip-Prinsip Gerak
Penjas
yang baik harus mampu meningkatkan pengetahuan anak tentang prinsip-prinsip
gerak. Pengetahuan tersebut akan membuat anak mampu memahami bagaimana suatu
keterampilan dipelajari hingga tingkatannya yang lebih tinggi. Dengan demikian,
seluruh gerakannya bisa lebih bermakna. Penjas pun bukan hanya bersifat fisik
semata, melainkan merambah pada peningkatan kemampuan olah pikir, seperti
kemampuan membuat keputusan dan olah rasa seperti kemampuan memahami perasaan
orang lain (empati).
d. Kemampuan
Berfikir
Memang
sulit diamati secara langsung bahwa kegiatan yang diikuti oleh anak dalam
Penjas dapat meningkatkan kemampuan berfikir anak. Namun demikian dapat
ditegaskan di sini bahwa Penjas yang efektif mampu merangsang kemampuan
berfikir dan daya analisis anak ketika terlibat dalam kegiatan-kegiatan
fisiknya. Dalam kegiatan Penjas banyak sekali adegan pembelajaran yang
memerlukan diskusi terbuka yang menantang penalaran anak. Teknik gerakan dan
prinsip-prinsip yang mendasarinya merupakan topik-topik yang mearik untuk
didiskusikan. Peraturan permainan dan variasi-variasi gerak juga bisa dijadkan
rangsangan bagi anak untuk memikirkan pemecahannya.
e. Kepekaan
Rasa
Dalam
hal olahraga, Penjas menempati posisi yang sungguh unik. Kegiatannya yang
selalu melibatkan anak-anak dalam kelompok kecil maupun besar merupakan wahana
yang tepat untuk berkomunikasi dan bergaul dalam lingkup sosial. Melalui
Penjas, norma dan aturan juga dipelajari, dihayati dan diamalkan. Sesungguhnya,
bahwa kegiatan Penjas disebut sebagai ajang nyata untuk melatih
keterampilan-keterampilan hidup (life skill), agar seseorang dapat hidup
berguna dan tidak hanya menyusahkan masyarakat. Keterampilan yang dipelajari
bukan hanya keterampilan-keterampilan gerak dan fisik semata, melainkan terkait
pula dengan keterampilan sosial, seperti berempati pada orang lain, menahan
sabar, memberikan respek dan penghargaan pada orang lain, mempunyai motivasi
yang tinggi, serta banyak lagi.
f. Keterampilan
Sosial
Kecerdasan
emosional atau keterampilan hidup bermasyarakat sangat mementingkan kemampuan
pengendalian diri. Dengan kemampuan ini seseorang bisa berhasil mengatasi
masalah dengan kerugian sekecil mungkin. Penjas menyediakan pengalaman nyata
untuk melatih keterampilan mengendalikan diri, membina ketekunan dan motivasi
diri. Hal ini diperkuat lagi jika proses pembelajaran direncanakan
sebaik-baiknya. Sebagai contoh, jika dalam sebuah proses penjas terjadi
pertengkaran antara dua orang anak, guru bisa segera menghentikan kegiatan
seluruh kelas dan mengundang mereka untuk membicarakannya. Sebab-sebab
pertengkaran diteliti dan guru memandang pendapat anak-anak tentang apa
perlunya mereka bertengkar, selain itu mereka dirangsang untuk mencari
pemecahan yang paling baik untuk kedua belah pihak.
g. Kepercayaan
Diri dan Citra Diri (Self Esteem)
Melalui penjas kepercayaan diri dan
citra diri (self esteem) anak akan berkembang. Secara umum citra diri diartikan
sebagai cara kita menilai diri kita sendiri. Citra diri ini merupakan dasar
untuk perkembangan kepribadian anak. Dengan citra diri yang baik seseorang
merasa aman dan berkeinginan untuk mengeksplorasi dunia. Cara membina citra
diri ini tidak cukup hanya dengan selalu berucap “saya pasti bisa” atau “saya
paling bagus”, tetapi perlu dinyatakan dalam usaha dan pembiasaan prilaku.
Disitulah penjas menyediakan pada anak untuk membuktikannya. Ketika anak-anak
berhasil mempelajari berbagai keterampilan gerak dan kemampuan tubuhnya,
perasaan positif akan berkembang dan ia merasa optimis atau mampu untuk berbuat
sesuatu. Kejadian demikian yang beulang-ulang akan memperkuat kepercayaan bahwa
dirinya memang memiliki kemampuan, sehingga terhentak menjadi kepercayaan diri
yang kuat.
2.4
Landasan Ilmiah Pelaksanaan Penjas
Secara ilmiah pelaksanaan penjas mendapat dukungan
dari berbagai disiplin ilmu, dimana pandangan dari setiap disiplin tersebut
dapat dijadikan sebagai landasan bagi berlangsungnya program penjas di
sekolah-sekolah. Di bagian ini, penulis akan menguraikan landasan ilmiah dari
minimal tiga disiplin imu, yaitu dari sudut pandang biologis, sudut pandang
psikologis dan yang terakhir sudut pandang sosiologis.
a. Landasan
Biologis Penjas
Penjas
adalah disiplin yang berorientasi pada tubuh, di samping berorientasi pada
disiplin mental dan sosial. Guru Penjas karenanya harus memiliki penguasaan
yang kokoh terhadap fungsi fisikal dari tubuh untuk memahami secara lebih baik
pemanfaatannya dalam kegiatan pendidikan jasmani.
Potensi
Manusia dan Prestasi menurut Joseph W. Still telah menghabiskan waktu
bertahun-tahun untuk meneliti prilaku fisikal dan intelektual manusia. Dalam
penelitiannya, Still mengemukakan bahwa keberhasilan manusia dalam pencapaian
prestasi, baik dalam hal prestasi fisikal maupun dalam prestasi intelektual,
berhubungan dengan usia serta dapat digambarkan dalam bentuk sebuah kurva,
dimana kurva itu bisa menaik dan biisa menurun, sesuai dengan perjalanan usia
manusia. Demikian juga dalam hal pertumbuhan dan perkembangan psikologis, yang
menunjukkan kurva kegagalan dalam hal prestasinya.
Ciri-ciri perkembangan mental menunjukkan
puncak prestasi pada tahap perkembangan yang berbeda kemampuan mengingat
dicapai pada usia muda, imajinasi kreatif mencapai puncaknya pada usia dua
puluhan hingga tiga puluhan, keterampilan menganalisis dan sintesis suatu
persoalan berakhir di usia pertengahan, sedangkan pada usia-usia berikutnya
berkembang kemampuan berfilsafat. Dalam hal itulah penjas yang baik di sekolah
dan di masa-masa berikut dalam hidupnya dipandang amat penting dalam menjaga
kemampuan biologis manusia. Dipandang dari sudut ini, penjas terikat dekat pada
kekuatan mental, emosional, sosial dan spiritual manusia.
b. Landasan
Psikologi Penjas
Penjas
melibatkan interaksi antara guru dengan anak serta anak dengan anak. Didalam
adegan pembelajaran yang melibatkan interaksi tersebut, terletak suatu
keharusan untuk saling mengakui dan menghargai keunikan masing-masing termasuk
kelebihan dan kelemahannya. Program penjas yang baik tentu harus dilandasi oleh
pemahaman guru terhadap karakteristik psikologis anak dan yang paling penting
dalam hal sumbangan apa yang dapat diberikan oleh program penjas terhadap
perkembangan mental dan psikologis anak.
Kata
psikologi berasal dari kata-kata Yunani psyche, yang berarti berjiwa atau roh,
dan logos yang berarti ilmu. Diartikan secara populer, psikologi adalah ilmu
jiwa atau ilmu pikiran. Para ahli psikologi mempelajari hakikat manusia secara
ilmiah, dan untuk memahami alam pikiran manusia, termasuk anak, termasuk
cirri-ciri manusia ketika belajar. Penjas lebih menekankan proses
pembelajarannya pada penguasaan gerak manusia. Pemahaman yang lebih mendalam
terhadap kecendurangan dan hakikat gerak. Jika dahulu para guru Penjas lebih
bersandar pada teori belajar behaviorisme, yang lebih melihat proses
pembelajaran dari perubahan prilaku anak, maka dewasa ini sudah diakui adanya
keharusan untuk memahami tentang apa yang terjadi di dalam diri anak
keterampilan gerak yang ditunjang oleh berkembangnya teori belajar
kognitivisme.
Perkembangan
teori belajar kognitivisme menguak fakta kekakuan proses pembelajaran Penjas
tersebut. Dalam salah satu teori belajar pengolahan informasi (information
processing theory) diungkap bahwa idealnya, pembelajaran gerak adalah sebuah
proses pengambilan keputusan, yang secara hirarkis akan selalu melalui tiga
tahapan yang tetap, yaitu tahap mengidentifikasi stimulus, tahap memilih
respons dan tahap memprogram respons. Dari pemahaman terhadap landasan
psikologis itulah, maka pembelajaran penjas yang baik tidak cukup hanya dengan
memberikan perintah dan tugas-tugas gerak semata melainkan harus pula dibarengi
dengan upaya memberikan kesempatan pada mereka untuk menganalisis situasi dan
berikan kebebasan untuk mengambil keputusan sendiri.
c. Landasan
Sosiologis Dalam Penjas
Penjas
adalah sebuah wahana yang sangat baik untuk proses sosialisasi. Perkembangan
sosial jelas penting, dan aktivitas penajs mempunyai potensi untuk menuntaskan
tujuan-tujuan tersebut. Seperangkat kualitas dari perkembangan social yang
dapat dikembangkan dan dipengaruhi dalam proses penjas diantaranya adalah
kepemimpinan, karakter moral dan daya juang. Singkatnya, sosiologi adalah ilmu
yang berkepentingan dalam mengembangkan struktur dan status social yang lebih
baik yang dicirikan oleh adanya kebahagiaan, kebaikan, toleransi dan
kesejajaran sosial. Dikaitkan dengan landasan tersebut, seorang guru penjas
sesungguhnya adalah seorang sosiologis yang perlu mengetahui prinsip-prinsip
umum sosiologi agar mampu memanfaatkan proses pembelajarannya untuk menanamkan
nilai-nilai yang dapat dikembangkan melalui penjas. Sebagaimana dikemukakan
Bucher, guru yang mengerti sosiologi dalam konteks kependidikan akan mampu
mengembangkan minimal tiga fungsi: (1) pengaruh pendidikan pada institusi
social dan pengaruh kehidupan kelompok pada individu, seperti bagaimana sekolah
berpengaruh pada kepribadian atau prilaku individu, (2) hubungan manusia yang
beroperasi di sekolah yang melibatkan siswa, orangtua, dan guru dan bagaimana
mereka mempengaruhi kepribadian dan prilaku individu dan (3) hubungan sekolah
pada institusi lain dan elemen lain masyarakat, misalnya pengaruh dari
pendidikan pada kehidupan masyarakat kota.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pendidikan
jasmani diartikan dengan berbagai ungkapan dan kalimat. Namun esensinya sama,
yang jika disimpulkan bermakna jelas, bahwa pendidikan jasmani memanfaatkan
alat fisik untuk mengembangan keutuhan manusia. Dalam kaitan ini diartikan
bahwa melalui fisik, aspek mental dan emosional pun turut terkembangkan, bahkan
dengan penekanan yang cukup dalam. Berbeda dengan bidang lain, misalnya
pendidikan moral, yang penekanannya benar-benar pada perkembangan moral, tetapi
aspek fisik tidak turut terkembangkan, baik langsung maupun secara tidak
langsung. Karena hasil-hasil kependidikan dari pendidikan jasmani tidak hanya
terbatas pada manfaat penyempurnaan fisik atau tubuh semata, definisi penjas
tidak hanya menunjuk pada pengertian tradisional dari aktivitas fisik. Pendidikan olahraga adalah pendidikan
yang membina anak agar menguasai cabang-cabang olahraga tertentu.
3.2 Saran
Dari pembahasan diatas maka dapat kami tarik beberapa saran
diantaranya :
1. Jika kita menjadi seorang guru pendidikan jasmani
diharapkan selalu mengarahkan peserta didik dengan baik, karena dengan
pendidikan jasmani siswa dapat mengembangkan keterampilan yang dia miliki.
2. Seorang
guru pendidikan jasmani haruslah benar-benar memahami apa perbedaan olahraga
dengan pendidikan jasmani, agar nantinya pada saat proses pembelajaran materi
yang disampaikan bisa sesuai dengan tujuan.
3. Seorang
guru pendidikan jasmani harus selalu memperhatikan aspek kognitif, afektif dan
psikomotor siswa agar tujuan dari proses pembelajaran pendidikan jasmani dapat
terlaksana dengan baik.
4. Seorang
guru pendidikan jasmani jangan selalu beranggapan bahwa pelajaran pendidikan
jasmani dapat dilaksanakan seadanya, karena dengan anggapan ini akan membuat
pendidikan jasmani akan dipandang sebelah mata oleh masyarakat.
Langganan:
Postingan (Atom)